Tiga film di bawah sama-sama menyoroti mereka yang terpinggirkan. Di Battle of the Sexes, para petenis perempuan dipandang sebelah mata, seolah tidak sama berharganya dengan petenis pria, The Disaster Artist memiliki Tommy Wiseau yang menjadi target empuk olok-olok tanggapan The Room yang melegenda, sementara The Meyerowitz Stories (New and Selected) bertutur soal seniman yang terlupakan, juga seorang laki-laki pengangguran yang merasa sang ayah lebih mencintai kakaknya.
Battle of the Sexes (2017)
Film biografi bertema olahraga biasanya mengedepankan usaha tokohnya memenangkan pertandingan dengan tujuan final merengkuh gelar juara. Para petenis perempuan di Battle of the Sexes pun berjuang untuk menang. Bukan demi piala berkilau atau pundi-pundi uang, melainkan kesetaraan gender. Petenis perempuan nomor satu pada 1973, Billie Jean King (Emma Stone), menolak begitu saja mendapatkan fakta perempuan hanya dibayar seperdelapan dari pria. Bersama beberapa petenis perempuan lain, ia pun nekat membentuk WTA (Women’s Tennis Association) dengan dana seadanya dan menggelar tur sendiri. Stone, selain bersenjatakan senyum yang punya jangkauan verbal luas (dari sarkasme hingga kebahagiaan berbunga-bunga), juga meyakinkan dalam bergerak di atas lapangan. Caranya merayakan poin, berjalan sambil bersiasat, memasang kuda-kuda, semua menampakkan pengalaman petenis unggulan. Pun perihal akurasi, duo sutradara, Jonathan Dayton dan Valerie Faris (Little Miss Sunshine, Ruby Sparks) bisa mereka ulang detail (pernikahan di dingklik penonton, spanduk yang bertebaran) event legendaris Battle of the Sexes, kala Billie Jean bertanding melawan Larry Riggs (Steve Carell), mantan petenis top yang ingin menandakan bahwa laki-laki lebih superior dari wanita. Sebelum third act, kita urung dipamerkan seberapa hebat kemampuan Billie Jean, ketika Battle of the Sexes lebih tertarik menyoroti affair-nya dengan sang penata rambut, Marilyn Barnett (Andrea Riseborough). Namun mungkin itulah poinnya. Battle of the Sexes yaitu film dalam lingkup tenis yang tak mengutamakan tenis, melainkan usaha kaum marginal, meski usaha cinta Billie Jean tampil tak sesimpatik seharusnya. (3.5/5)
The Disaster Artist (2017)
Apa yang ada di kepala Tommy Wiseau dikala menciptakan The Room? Kenapa banyak momen acak tak berkesinambungan? Kenapa dialognya aneh? Kenapa akting pemainnya amat buruk? Kenapa menggunakan CGI alih-alih mengambil gambar di atap gedung sungguhan. The Disaster Artist memberi pencerahan mengenai setumpuk tanya di atas. Bukan jawaban pasti. Sebab dari mana Wiseau berasal, mengapa kekayaannya seolah tanpa ujung, dan berapa usia pastinya tetaplah misteri. Namun naskah buatan Scott Neustadter dan Michael H. Weber yang mengadaptasi buku non-fiksi berjudul sama karya Greg Sestero dan Tom Bissell piawai mengaitkan deretan kecacatan Wiseau (James Franco) jadi kesatuan cerita seputar mimpi dan persahabatan. Kita diajak melihat bahwa seluruh keputusan janggal Wiseau sejatinya bentuk solidaritas juga ungkapan sayang terhadap sahabat. Setidanya itu yang Greg Sestero (Dave Franco) percaya. The Disaster Artist bukan saja menjawab pertanyaan-pertanyaan wacana The Room, pula berpotensi mengubah persepsi. Dari salah satu tontonan terburuk sepanjang masa yang layak ditertawakan jadi karya dengan ketulusan dan passion selaku pondasi. Pancaran kegetiran di wajah Franco kala penonton tertawa terbahak-bahak di tengah pemutaran perdana akan menusuk hati, apalagi jikalau anda selama ini kerap menimbulkan Wiseau materi olok-olok. Franco sendiri tak hanya menggandakan gerak dan tutur Wiseau yang ganjil, tetapi total meresapi, kemudian sepenuhnya bertransformasi. Sebagai sutradara, keberhasilan Franco merekonstruksi ulang momen-momen ikonik The Room sampai ke detail terkecil patut diacungi jempol. Baik selaku studi karakter, biografi, maupun komedi kental kebodohan tingkah tokohnya, The Disaster Artist tampil unik nan efektif. (4.5/5)
The Meyerowitz Stories (2017)
Sebagai Danny Meyerowitz, Adam Sandler berkumis, berjalan pincang, tidak mengenakan kaus oblong andalannya. Singkatnya, ia meninggalkan sosok laki-laki kekanakan yang menempel berpengaruh dan mencirikan filmnya. Danny yaitu putera Harold Meyerowitz (Dustin Hoffman), mantan pematung tersohor yang enggan mendapatkan kenyataan bahwa dirinya makin terlupakan. Total Harold mempunyai tiga anak dari tiga komitmen nikah berbeda (kini ia tengah menjalani komitmen nikah keempat). Selain Danny ada Jean (Elizabeth Marvel), satu-satunya anak perempuan sekaligus anak paling tertutup, juga Matthew (Ben Stiller), putera kesayangan Harold yang sukses sebagai penasihat finansial. Merupakan kenikmatan melihat Sandler dan Stiller beradu memamerkan performa sensitif yang turut menyelipkan sisi komedik. Tampil ketiga kalinya di film Noah Baumbach, Stiller tampak telah terbiasa, gampang melakoni kecanggungan di sela-sela kegetiran duduk kasus keluarga. Namun sumber emosi terbesar tetap Sandler. Melalui akting jujur nan hangat, dibuatnya paparan konflik ayah-anak yang ada terasa bernilai. Lewat senyum serta tatapan yang sulit ditebak, Sandler memberi kompleksitas yang tak kalah rumit dibanding problematika utama yang diangkat, yakni soal keluarga modern. Keluarga Meyerowitz tersusun atas satu ayah, banyak anak, banyak ibu, menghasilkan kepribadian, kisah, pula permasalahan beragam. The Meyerowitz Stories (New and Selected) menuturkan proses pemahaman tiga bersaudara Meyerowitz , bahwa rupanya mereka tidak serenggang dan seberbeda itu. Ingatan rancu Harold mengenai siapa yang sewaktu kecil dulu kerap menemaninya berkarya jadi bukti. Like most of Baumbach’s movies, The Meyerowitz Stories finds its sweetness in a quirkiness. (4/5)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar