Sinema horor tanah air sedang marak oleh aksara dengan kemampuan melihat makhluk halus. Diawali Mereka Yang Tak Terlihat yang mengedepankan drama keluarga, diikuti Keluarga Tak Kasat Mata yang entah maunya apa, sekarang Mata Batin memilih meletakkan fokus pada penelusuran sisi supranatural yang didukung keterlibatan parapsikolog Citra Prima sebagai bintang film pendukung. Jarangnya perjalanan menyelami dunia lain demi memahami seluk-beluk gaib dalam film kita memberi potensi pembeda, yang sayangnya, kembali dikalahkan obligasi menyajikan repetisi trik-trik teror murahan, meruntuhkan perbedaan tersebut.
Bersama Davin (Denny Sumargo) sang kekasih, Alia (Jessica Mila) menentukan pulang dari merantau di Thailand pasca kedua orang tuanya tewas dalam kecelakaan kemudian lintas, demi menjaga adiknya, Abel (Bianca Hello). Gagasan kembali ke rumah masa kecil tidak Abel sambut positif, alasannya ialah di situlah pernah terjadi kejadian traumatis, tatkala sesosok makhluk halus menyerangnya. Abel sendiri bisa melihat yang tak terlihat lantaran mata batinnya terbuka semenjak lahir. Menolak percaya, Alia meminta Windu (Citra Prima), seorang paranormal, membuka mata batinnya. Tidak butuh waktu usang hingga Alia mengalami teror serupa Abel, yang makin usang makin berbahaya.
Dwilogi The Doll membawa Rocky Soraya menuju kemantapan gaya, yang ia terapkan pula di Mata Batin. Kekerasan berdarah di mana sekali bacokan pisau takkan cukup merenggut nyawa insan tetap menjadi titik tertinggi, meski kali ini porsinya tak mendominasi babak akhir. Begitu juga pengadeganan berbasis kekacauan suasana yang mengandalkan gerak kamera dinamis garapan Asep Kalila, kolaborator langganannya sedari The Doll. Setidaknya Mata Batin tampil berenergi berkat kedua aspek itu, sekaligus memunculkan harapan, suatu hari kelak Rocky berminat menciptakan film slasher.
Bersenjatakan energi sedemikian tinggi, Mata Batin ibarat insan dengan raga solid. Namun tidak jiwanya, ketika cara menakut-nakuti Rocky masih berkutat di metode penampakan gamblang bersuara berisik, ditambah desain hantu yang menganggap bahwa kengerian berbanding lurus dengan kerusakan wajah. Bisa efektif untuk beberapa penonton, tapi ketika pengulangan-pengulangan ngotot dipertahankan, timbul kelelahan juga kebosanan. Pun titik puncak "dunia lain" miliknya hadir tumpul bagai rumah hantu pasar malam murahan. Sial bagi Rocky, jump scare terbaik yang melibatkan kain putih belum usang ini sudah kita temui dalam Pengabdi Setan, sehingga dampaknya tidak sekuat harapan.
Citra Prima menuturkan rangkaian pemahaman terkait hukum serta ragam sisi alam gaib dan mata batin. Menarik disimak, tapi kesan "sekilas info" gagal ditampik lantaran kurang piawaianya duo penulis skenario, Fajar Umbara dan Riheam Junianti, menyusun informasi-informasi berharga tersebut menjadi struktur alur yang bisa membedakan Mata Batin dengan judul-judul bertema serupa di atas. Mengenai beberapa twist, naskahnya pun kedodoran. Ada yang meninggalkan setumpuk lubang budi menganga, ada pula yang bagai kurang budi dalam caranya mengungkap fakta (identitas perampok bertopeng).
Mata Batin sama sekali tidak buruk. Jessica Mila mulus merespon ragam situasi angker yang Alia alami, bukti dirinya pantas diberi proyek berkelas pasca rentetan film jelek semenjak Pacarku Anak Koruptor. Seperti umumnya produksi Hitmaker Studios, tata artistik Mata Batin cukup memuaskan mata, termasuk segelintir imbas visual yang walau jauh dari kata sempurna, sama sekali tidak memalukan. Mata Batin is not an embarassing effort, just repetitive, uncreative, and frustratingly boring.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar