Lebih dari satu kurun lalu Georges Méliès memperkenalkan sinema fiksi-ilmiah lewat A Trip to the Moon, publik sadar bahwa film bisa lebih dari sekedar cerminan keseharian yang mendominasi masa awal perfilman. Film bisa menciptakan terpana melalui petualangan kaya imajinasi, pula memancing segala jenis emosi manusia. Itulah pemicu kesuksesan Star Wars dahulu, ketika George Lucas mengajak penonton menuju galaksi nun jauh di sana, di mana dunia serta isinya tampak asing dan gres tetapi perasaan dan usaha karakternya sama dengan kita.
Melompat ke 2017, kesan itu masih terjaga. Pertempuran pembuka dahsyat kala pesawat pengebom milik Resistance dimbombardir kapal perang First Order hingga tabrak tebang lightsaber yang koreografinya makin dinamis akan menahan nafas penonton. Sementara tanah berlapis garam merah di Planet Crait daerah titik puncak berlangsung merupakan pola kesejukan fantasi yang dijaga keberlangsungannya oleh visi Rian Johnson (Brick, Looper). Di tangan Johnson, tidak ada agresi selipan. Semua kolam pertunjukan utama penuh kepekaan artistik pun rasa. Seisi bioskop terkesiap ketika kecepatan cahaya yang identik dengan alat melarikan diri digunakan untuk membelah kapal induk raksasa. Teriakan penonton terdengar jelas, alasannya alih-alih musik menggelegar, Johnson menentukan meniadakan suara.
Melompat ke 2017, kesan itu masih terjaga. Pertempuran pembuka dahsyat kala pesawat pengebom milik Resistance dimbombardir kapal perang First Order hingga tabrak tebang lightsaber yang koreografinya makin dinamis akan menahan nafas penonton. Sementara tanah berlapis garam merah di Planet Crait daerah titik puncak berlangsung merupakan pola kesejukan fantasi yang dijaga keberlangsungannya oleh visi Rian Johnson (Brick, Looper). Di tangan Johnson, tidak ada agresi selipan. Semua kolam pertunjukan utama penuh kepekaan artistik pun rasa. Seisi bioskop terkesiap ketika kecepatan cahaya yang identik dengan alat melarikan diri digunakan untuk membelah kapal induk raksasa. Teriakan penonton terdengar jelas, alasannya alih-alih musik menggelegar, Johnson menentukan meniadakan suara.
Deretan peperangan itu ada di luar jangkauan kehidupan nyata, tapi tentu kita pernah disentuh oleh gejolak ambiguitas kebaikan versus keburukan ibarat yang dialami Luke (Mark Hamill), kemudian Rey (Daisy Ridley). Luke menganggap eksistensi Jedi dan pihak-pihak lain yang mengaku berada di "sisi putih" justru bertanggungjawab melahirkan "sisi hitam". Sebaliknya, Rey bersikukuh Jedi diperlukan demi menghentikan tirani First Order. Rey sendiri dihantui setumpuk duduk perkara batin, dari mencari identitas orang tuanya, hingga mellawan godaan Kylo Ren (Adam Driver) biar beralih ke sisi gelap.
Snoke (Andy Serkis), pimpinan tertinggi First Order yang sekarang tidak muncul sebagai hologram raksasa melainkan duduk di singgasana, dalam ruang berdinding merah yang memperlihatkan puncak pencapaian tata artistik The Last Jedi masih menjadi musuh utama. Resistance, di bawah pimpinan Jenderal Leia Organa (Carrie Fisher) makin tersudut, memaksa Finn (John Boyega), Poe (Oscar Isaac), dan Rose (Kelly Marie Tran) melangsungkan misi belakang layar untuk menyabotase pesawat First Order.
Kisah maupun problematika personal karakternya semakin kompleks, kuantitas pun bertambah. Bahkan sebelum klimaks, fokus alur sempat terbagi di tiga titik, yang berkat kepiawaian Johnson menulis naskah serta menyusun narasi visual, sanggup terjalin rapi sekaligus memberi porsi merata bagi tiap tokoh, baik itu Vice Admiral Holdo (Laura Dern) hingga Rose si mekanik yang awalnya tampil selaku penyegar suasana sebelum diberi porsi dramatik, termasuk obrolan dengan Finn di beranda kasino yang turut menegaskan kapasitas Johnson menulis obrolan penuh makna.
Banyaknya tokoh dan konflik yakni penyebab durasinya mencapai 152 menit, yang urung terasa usang berkat dinamika konsisten bersumber kekayaan emosi. Kadar humor termasuk penempatannya tepat, khususnya keputusan jitu memanfaatkan bakat komedik Mark Hamill di beberapa kesempatan. Star Wars kerap menyimpan cinta bagi sosok hewan, tak terkecuali The Last Jedi. Mata jadi media "berbicara", dari menggemaskannya Porg atau Falthiers yang seolah bisa memberikan pilu dan keramahan. Makhluk gila yang sanggup menciptakan penonton percaya mereka mempunyai jiwa. Ini salah satu alasan trilogi aslinya dicintai sedangkan prekuelnya tidak.
Namun Johnson tidak lupa bahwa The Last Jedi bercerita mengenai peperangan selesai hayat melawan penindas kejam. Selain tawa, kita pun dihantam ketegangan tatkala karakternya menghadapi rintangan berat. Berulang kali The Last Jedi merangsek menuju keputusasaan yang seolah tanpa jalan keluar, kemudian melambungkan kita lewat sederet momen pemancing sorak sorai sarat kejutan. Berbagai twist film ini bukan hanya mencoba mengejutkan, menjadi Istimewa alasannya menggambarkan betapa di tengah kekacauan dan pertikaian kompleks, perilaku seseorang sulit diduga.
Bila The Force Awakens mengetengahkan nostalgia, The Last Jedi menatap masa depan sembari menghormati warisan masa lalu. Kental penghormatan tapi tak lupa mengajak melangkah maju. Pula merupakan surat cinta untuk mendiang Carrie Fisher, di mana sebuah adegan indah nan menyentuh menyatakan bahwa dalam dunia tanpa batas Star Wars, selesai hayat nampak tak berdaya di hadapan General Leia Organa. Saya menentukan mengesampingkan beberapa kelemahan kecil dan memberi Star Wars: The Last Jedi nilai tepat sehabis mengajukan pertanyaan "apa lagi yang saya harapakan?"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar