Dalam epos Ramayana, Rama menyerbu Alengka untuk menyelamatkan Shinta dari Rahwana. Laki-laki perkasa menolong perempuan tak berdaya memang formula yang jamak diterapkan. Dalam Padmaavat, selaku pembiasaan puisi epik Padmavat (1540) buatan Malik Muhammad Jayasi, tugas itu dibalik. Ratu Padmavati (Deepika Padukone) bersedia mendatangi Kesultanan Delhi guna membebaskan suaminya, Sultan Ratan Singh (Shahid Kapoor) dari Mewar, yang dikurung oleh Sultan Alauddin Khilji (Ranveer Singh). Seperti Rahwana terobsesi pada Shinta, Alauddin ingin merebut Padmavati dari Ratan. Padmavati tetap bangun tegak, bahkan melawan.
Dalam lingkup kerajaan zaman dulu di mana Ratu ialah barang milik Raja, tuturan women empowerment film ini sudah memadahi. Sanjay Leela Bhansali dan Prakash Kapadia selaku penulis naskah bisa mengangkat tema kekinian tanpa harus mengobrak-abrik citra abad lampau. Padmavati ialah istri kedua Ratan, yang di awal pertemuannya tidak sengaja memanah sang Sultan. Sebagai Ratu, sosoknya amat dipuja alasannya ialah kecantikan luar biasa. Mukjizat Tuhan. Demikian salah satu kebanggaan yang dialamatkan padanya.
Deepika memang tepat memerankan Ratu yang kecantikannya disebut sanggup membuat malaikat merasa malu. Mengenakan busana spektakuler termasuk lehenga yang ia kenakan ketika menari dan menyanyikan Ghoomar, Deepika luar biasa anggun. Bersanding bersama dekorasi yang dipenuhi properti glamor nan berkilau serta gesekan dinding estetis, Padmaavat benar-benar terlihat megah. Padahal jumlah setting-nya tak sedikit. Bangunan Kerajaan Mewar tentu sangat luas dan filmnya bisa mengesankan itu dengan cara menampakkan bermacam-macam jenis ruangan. Pemilihan gerak dan sudut kamera oleh sinematografer Sudeep Chatterjee pun turut menonjolkan kemegahan tersebut semaksimal mungkin.
Sedangkan di lokasi outdoor, barisan landscape tanah gersang bercampur angin kencang pasir membungkus peperangan epic. Dalam peperangan, Alauddin ialah jagonya. Meyakini bahwa seluruh barang berharga merupakan miliknya, ia menghancurkan aneka macam kerajaan sebelum akirnya merebut tatha Sultan Delhi. Ranveer Singh mengakibatkan Sultan berdarah hirau taacuh ini antagonis over-the-top yang mengerikan. Walau menyerupai kenyataan cukup umur ini, tokoh jahat paling menjijikkan ialah iblis mesum berkedok hebat spiritual/pemuka agama menyerupai Raghav Chetan si Pendeta yang mengkhianati Mewar.
Karena bujuk rayu Raghav, Alauddin terobsesi meruntuhkan Mewar demi mendapat Padmavati. Sang Ratu sendiri, khususnya di paruh awal, lebih banyak berada di balik layar, seolah pasif di tengah konflik dua kerajaan. Tapi ia tidak berdiam diri. Ketimbang semata otot layaknya orang barbar Padmavati mengutamakan siasat. Sekalinya turun tangan, ia bisa mengguncang. Baik tindakan dan ucapannya menghadirkan dampak, tak ada yang sia-sia. Inilah cara efektif naskahnya menggambarkan seorang perempuan tangguh di abad dahulu.
Durasi yang mencapai 164 menit sekilas terdengar melelahkan, apalagi alurnya bergerak mengikuti pakem standar nihil modifikasi maupun kelokan sedikitpun. Tapi kepiawaian sutradara Sanjay Leela Bhansali (Bajirao Mastani) mengemas narasi membuat tempo stabil yang nyaman diikuti, tidak terlalu menyeret, tidak pula terburu-buru. Alhasil intensitas sanggup dijaga dengan baik sehingga perjalanan nyaris tiga jam urung terasa membosankan. Padmaavat merupakan kemegahan yang wajib disaksikan di layar lebar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar