Terinspirasi dari Piala Maya, saya menggunakan istilah "Terpilih" alasannya yakni beberapa alasan. Pertama, tidak adil rasanya menyebut "Terbaik" apabila tidak semua film Indonesia yang rilis saya tonton, di mana total hanya 85 judul berhasil disantap tahun ini baik pada penayangan reguler maupun festival. Kedua, ini bukan ajang penghargaan yang melibatkan juri dari bermacam-macam latar keahlian. 15 judul di bawah yakni pilihan langsung yang dipengaruhi selera, sudut pandang, sekaligus pengalaman hidup selama setahun terakhir. Bukan mustahil, bila kelak diminta menyusun daftar serupa, urutannya bakal berubah. Untuk sekarang, inilah "15 Film Indonesia Terpilih 2017" versi Movfreak. (Beberapa film seperti Istirahatlah Kata-Kata, Turah, dan Salawaku sudah masuk di daftar tahun lalu).
15. GALIH & RATNA
Lucky Kuswandi sanggup menghidupkan lagi kisah cinta klasik sembari menyinggung bermacam-macam permasalahan yang relevan di masa kini, baik di dalam maupun luar lingkup dunia SMA. Sederhana, tanpa kehilangan sisi manis. Bila mixtape kembali terkenal sebagai alat lisan cinta, Galih & Ratna rasanya turut berjasa. (Review)
14. ZIARAH
Mengadopsi klenik Jawa sebagai motor penggagas kisah pemahaman hidup lewat pencarian seorang nenek terhadap makam suaminya. Walau masih jauh dari maksimal khususnya terkait penyaluran emosi kepada penonton, tema serupa takkan muncul lagi di perfilman kita dalam waktu dekat. (Review)
13. DEAR NATHAN
Film yang melambungkan nama Jefri Nichol sebagai idola gres remaja, dan sejauh ini masih film terbaik sang aktor. Jika anda mempertanyakan kenapa Jefri dan Amanda Rawles bagai satu paket, Dear Nathan jawabannya. Chemistry solid keduanya mencuatkan romantisme kuat. (Review)
12. BID'AH CINTA
Film religi terbaik Indonesia selama beberapa waktu terakhir sehabis Mencari Hilal. Nurman Hakim berani menyenggol praktik Islam yang kaku tanpa melaksanakan penghakiman berat sebelah. Beragama yakni soal toleransi. Poin yang semestinya dimengerti masyarakat negeri ini. (Review)
11. KARTINI
Andai Hanung bersedia menekan sedikit lagi unsur dramatisasi penuh tangis, pasti Kartini bertengger di posisi lebih tinggi. Dituturkan dengan pace cermat selaku bukti pengalaman sang sutradara, dibungkus sinematografi indah, disokong akting luar biasa jajaran pemain. (Review)
10. NIGHT BUS
Benar bergotong-royong kasus teknis menyelimuti film ini, tapi keunikan serta relevansi tema sekaligus intensitas yang terjaga rapi menyebabkan Night Bus thriller yang tak membosankan meski ditonton berulang kali. Kemenangan besar bagi seorang Teuku Rifnu Wikana baik sebagai pemain film dan penulis naskah (bersama Rahabi Mandra). (Review)
9. MOBIL BEKAS DAN KISAH-KISAH DALAM PUTARAN
Kesunyian pembungkus tempo lambatnya mungkin menjauhkan beberapa kalangan penonton, tapi Mobil Bekas membuktikan kapasitas Ismail Basbeth sebagai sineas serba bisa. Dirangkainya kondisi sosial-politik Indonesia dalam bingkai perjalanan misterius. (Review)
8. NYAI
Ketika Moon Cake Story membuat saya mencurigai apakah Garin Nugroho masih sutradara papan atas Indonesia, Nyai (dan eksperimen lainnya, Setan Jawa) membantah keraguan tersebut. Membawa pertunjukan teater ke layar lebar dalam pengambilan gambar tanpa putus selama 90 menit yakni prestasi luar biasa. (Review)
7. BANDA THE DARK FORGOTTEN TRAIL
Apakah dokumenter karya Jay Subiakto ini sekedar gaya minim substansi? Mungkin, tapi keberhasilan mengangkat sejarah jalur rempah yang di atas kertas kurang menarik jadi tontonan dinamis terang memikat. Jangan lupakan kemampuan narasumber menuturkan cerita-cerita informatif yang terkadang mencekam. (Review)
6. PENGABDI SETAN
Film Indonesia terlaris sekaligus paling ramai dibicarakan tahun ini. Horor yang kerap dipandang sebelah mata disulap oleh Joko Anwar jadi suguhan roller coaster dengan jump scare kreatif, dibarengi drama keluarga menyentuh plus alur cerdik yang mengundang diskusi panjang penonton. (Review)
5. BALADA BALA SINEMA
Mengungkap usaha komunitas film independen di Purbalingga, merupakan progres natural dikala alur Balada Bala Sinema turut bicara wacana perlawanan terhadap pembungkaman hak berekspresi sebagaimana diperlihatkan paruh simpulan yang begitu menyulut emosi. (Review)
4. CRITICAL ELEVEN
Silahkan sebut film ini berlebihan atau karakternya menyebalkan. Saya melihat penyesuaian novel Ika Natassa ini amat peka dalam menghadirkan konflik dalam lingkup rumah tangga, pun hubungan anak-orang tua. Dua kali menonton, dua kali pula saya menangis mendengar petuah Widyawati dan Slamet Rahardjo. (Review)
3. POSESIF
Saya masih kukuh bersikap mengenai apakah Posesif pantas masuk nominasi FFI. Namun itu duduk kasus legalitas, bukan kualitas. Karena bicara kualitas, tidak ada romansa sampaumur sebaik Posesif tahun ini. Naskahnya jeli menggarap penokohan, sementara Putri Marino menunjukkan star-making performance. (Review)
2. SWEET 20
Sebuah paket lengkap. Tawa sampai tangis tumpah dalam remake untuk Miss Granny ini. Apabila ada film lokal yang wajib diputar sebagai tontonan keluarga setiap liburan, Sweet 20 jawabannya. Seperti Putri Marino lewat Posesif, Tatjana Saphira mengukuhkan status bintangnya berkat Sweet 20. (Review)
1. MARLINA SI PEMBUNUH DALAM EMPAT BABAK
Adakah film Indonesia tahun ini secerdas Marlina perihal menyelipkan subteks? Adakah film Indonesia tahun ini seunik Marlina di seluruh aspek teknis? Adakah film Indonesia tahun ini sejeli Marlina dalam mengawinkan beberapa genre?Adakah film Indonesia tahun ini serevolusioner Marlina? Adakah film Indonesia tahun ini yang sebaik Marlina? Jawaban seluruh pertanyaan di atas yakni TIDAK. Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak merupakan salah satu film Indonesia terbaik beberapa tahun terakhir yang sudah sepantasnya mewakili negeri ini pada Oscar 2019. Setidaknya peluang mencapai December Shortlist (9 besar) cukup terbuka. (Review)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar